Rabu, 29 Maret 2017

Sistem Koloid

           
A.    Campuran
Campuran adalah gabungan dua atau lebih zat murni tanpa melalui reaksi kimia. Campuran juga banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya sirup, susu, keju, saos salad dan lain-lain.
Apabila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Contoh : tepung kanji dimasukkan kedalam air panas maka akan membentuk sistem dispersi. Disini air sebagai medium pendispersi dan tepung kanji sebagai terdispersi.
            Berdasarkan ukuran partikelnya sistem dispersi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu suspensi, larutan sejati dan koloid

1.      Suspensi
Suspensi merupakan campuran antara dua zat atau lebih dengan zat tersuspensi berukuran lebih besar dari 100 nm (10-5)  tersebar  merata di dalam medium pendispersinya. Sehingga dapat dipisahkan menggunakan kertas saring biasa. Pada umumnya sistem dispersi merupakan campuran yang heterogen.
Sebagai contohnya adalah campuran antara pasir yang dicampur dengan air. Dalam sistem dispersi tersebut partikel-partikel terdispersi dapat diamati dengan miskroskop dan bahkan dengan mata telanjang. Suspensi merupakan sistem dispersi yang tidak stabil, sehingga bila tidak diaduk terus- menerus akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi. Cepat lambatnya supensi mengendap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Semakin besar ukuran partikel tersuspensi semakin cepat proses pengendapan terjadi.

Gambar 1. campuran air dan pasir

2.      Larutan
Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel terdispersi dan partikel pendispersi walaupun menggunakan miskroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (miskroskop ultra). Tingkatan ukuran partikel larutan adalah molekul atau ion-ion larutan merupakan campuran yang homogen dan sukar dipisahkan dengan penyaringan dan sentrifuge. Oleh karena ukuran partikel zat terdispersi dengan medium pendispersi hampir sama maka sifat zat pendispersi dalam larutan akan terpengaruh dengan adanya zat terdispersi
Gambar 2. larutan gula

3.      Koloid
Koloid berasal dari kata "kolia" yang dalam bahasa Yunani berarti "lem". Istilah koloid pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Graham (1861). Koloid disebut sebagai dispersi koloid atau sistem koloid sebenarnya merupakan sistem dispersi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari larutan tetapi lebih kecil daripada suspensi. Jadi sistem koloid adalah campuran antara sistem homogen dan heterogen . Diameter partikel koloid lebih besar daripada partikel larutan sejati, tetapi lebih kecil daripada partikel suspensi kasar.
Pada umumnya koloid berukuran antara 1 nm sampai l00 nm. Beberapa koloid tampak jelas secara fisis, misalnya santan, air susu, dan lem tetapi beberapa koloid sepintas tampak seperti larutan, misalnya kanji yang encer, agar-agar yang masih cair, dan air teh. Oleh karena ukuran partikelnya relatif kecil, sistem koloid tidak dapat diamati dengan mata telanjang. tetapi dapat diamati dengan miskroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (miskroskop ultra). Beberapa koloid dapat terpisah bila didiamkan dalam waktu yamg relatif lama sekalipun tidak semuanya, misalnya koloid belerang dalam air, dan santan.


Gambar 3 : Contoh Koloid


B. Perbedaan Suspensi, Larutan, dan Koloid

Tabel 1 :Perbedaan suspensi, Larutan dan Koloid
Aspek
Larutan
Koloid
Suspensi
Bentuk Campuran
Homogen
Tampak homogen
Heterogen
Kestabilan
Stabil
Stabil
Tidak stabil
Pengamatan Mikroskop
Homogen
Heterogen
Heterogen
Jumlah Fase
Satu
Dua
Dua
Sistem Dispersi
Molekuler
Padatan halus
Padatan kasar
Pemisahan dengan Cara Penyaringan
Tidak dapat disaring
Tidak dapat disaring dengan kertas saring biasa, kecuali dengan kertas saring ultra.
Dapat disaring
Ukuran Partikel
< 10-7 cm, atau < 1 nm
10-7 cm - 10-5 cm, atau 1 nm - 100 nm
> 10-5 cm, atau  
> 100 nm


C. Pengelompokkan Sistem Koloid

Sistem koloid adalah campuran heterogen. Telah diketahui bahwa terdapat tga fase zat, yaitu padat, cair dan gas. Dari ketiga fase zat ini dapat dibuat sembilan  kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk sistem koloid hanya delapan. Kombinasi campuran fase gas dan fase gas selalu menghasilkan campuran yang homogen (satu fase) sehigga tdak dapat membentuk sistem koloid. Berdasarkan hubungan antara fase pendispersi dengan fase terdispersi, maka macam-macam koloid dapat dibedakan menjadi:

1.    Sistem Koloid Padat-Cair (Sol)
Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa zat padat dan fase pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel. Contohnya adalah: agar-agar,, cairan kanji, cat kayu, cat besi dan lain-lain.


2.    Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)
Sistem koloid fase padat-padat  yang terbentuk dari fase terdispersi dan fase pendispersi yang sama-sama berwujud zat padat sehingga dikenal dengan nama sol padat. Contoh sistem koloid fase padat-padat adalah logam campuran (aloi), misalnya stainless steel yang terbentuk dari campuran logam besi, kromium dan nikel.


3.    Sistem Koloid Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)
Sistem koloid fase padat-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase pendispersi berupa gas. Anda sering menjumpai asap dari pembakaran sampah atau dari kendaraan bermotor. Asap merupakan partikel padat yang terdispersi di dalam medium pendispersi berupa gas (udara). Partikel padat di udara disebut partikulat padat. Sistem dispersi zat padat dalam  medium pendispersi gas disebut aerosol padat.

4.    Sistem Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)
Sistem koloid fase cair-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase pendispersi berupa gas. Contoh sistem koloid ini adalah kabut dan awan.
.
5.     Sistem Koloid Fase Cair-cair(Emulsi)
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair disebut emulsi.  Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua zat cair tidak saling melarutkan.

6.    Sistem Koloid Cair-Padat (Emulsi Padat)
   Sistem koloid fase cair-padat terbentuk dari fase  terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi  berupa  zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi padat. Contoh emulsi padat, yaitu keju, mentega      
            
7. Sistem Koloiad Fase Gas-Cair (Busa)
Sistem koloid fase gas-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat cair. Jika anda mengocok larutan sabun, akan timbul busa. Di dalam busa sabun terdapat rongga yang terlihat kosong. Busa sabun merupakan fase gas dalam medium cair. Contoh-contoh zat yang dapat menimbulkan busa atau buih, yaitu sabun, deterjen, dan sebagainya.

8. Sistem koloid Fase Gas-Padat( Busa Padat)
Sistem koloid fase gas-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat padat, yang dikenal dengan istilah busa padat, sedangkan dispersi gas dalam medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair. Di dalam kehidupan sehari-hari, anda dapat menemui busa padat yang dikenal dengan istilah karet busa dan batu apung. Pada kedua contoh busa padat ini terdapat rongga atau pori-pori yang dapat diisi oleh udara.

 Tabel 2 : Jenis Sistem Koloid dan Contoh-contohnya
No.
Fase Terdispersi
Medium Pendispersi
Nama Koloid
Contoh
1.
Padat
Cair
Sol
Sol emas, agar-agar, jelly, cat, tinta, air sungai
2.
Padat
Gas
Aerosol padat
Asap, debu di udara
3.
Padat
Padat
Sol padat
Paduan logam, kaca berwarna
4.
Cair
Gas
Aerosol
Kabut, awan
5
Cair
Cair
Emulsi
Santan, susu, es krim, krim, lotion, mayonaise
6.
Cair
Padat
Emulsi padat
Keju, mentega,
7.
Gas
Cair
Buih, busa
Busa sabun
8.
Gas
Padat
Busa padat
Karet busa, batu apung



lebih lanjut, silahkan pelajari Powerpoint di bawah ini:

Sabtu, 25 Maret 2017

Reaksi reduksi dan oksidasi



Suatu reaksi oksidasi biasanya disertai oleh reaksi reduksi sehingga lazim disebut reaksi redoks. Apakah reaksi oksidasi reduksi itu? Perkaratan besi, perubahan warna daging apel menjadi kecokelatan kalau dikupas merupakan contoh peristiwa oksidasi.

Konsep reaksi oksidasi-reduksi (redoks) juga telah mengalami perkembangan yaitu penggabungan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron, serta peningkatan dan penurunan bilangan oksidasi.. Pada bagian ini yang dibahas hanya konserp redoks berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron.

1.      Konsep Redoks Ditinjau dari Penggabungan dan Pelepasan Oksigen
                                Sejak dulu, para pakar kimia sudah mengetahui bahwa oksigen dapat bereaksi dengan banyak unsur. Senyawa yang terbentuk dari hasil reaksi dengan oksigen dinamakan oksida        sehingga reaksi antara oksigen dan suatu unsur dinamakan reaksi oksidasi

                    Reaksi oksidasi merupakan reaksi suatu unsur atau senyawa dengan oksigen (pengikatan oksigen).
    Contoh:
a)      Peristiwa perkaratan besi
            Reaksinya :       4Fe(s) + 3O2(g) 2Fe2O3(s)
b)     Pembakaran pita Mg
            Reaksinya :        2Mg(s) + O2(g) 2MgO(s)
c)      Pembakaran gas metana (CH4)
            Reaksinya :        CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(g)

                    Reaksi reduksi merupakan reaksi pelepasan oksigen dari senyawanya.
    Contoh :
a)            2 CuO(s) 2 Cu(s) + O2(g)

b)            2 PbO2(s) 2 PbO(s) + O2(g)

2.      Konsep Redoks Ditinjau dari Penerimaan dan Pelepasan Elektron

                 
                Ibarat dua orang ini, antaratom pun berinteraksi dengan saling memberi dan menerima elektron.

Konsep pengikatan dan pelepasan oksigen pada reaksi redoks ternyata terlalu sempit, karena tidak dapat menjelaskan  reaksi-reaksi  yang tidak melibatkan atom oksigen. Kemudian konsep redoks semakin berkembang (tidak hanya berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen saja) tetapi bedasarkan konsep pelepasan dan pengikatan elektron.

Konsep pelepasan dan pengikatan elektron menjelaskan bahwa atom, ion atau molekul dapat bereaksi jika saling memberi dan menerima  elektron. Jadi, salah satu spesi (zat yang terlibat dalam reaksi) melepas elektron dan spesi yang lain  menerima elektron. Pada peristiwa ini , pelepasan dan penerimaan elektron terjadi dalam waktu yang sama.

Demikian halnya dengan reaksi redoks , elektron yang dilepas suatu spesi , dalam waktu yang bersamaan diterima oleh spesi  yang lain. Meskipun kita tidak dapat melihat elektronnya berpindah, namun kita dapat mengamati perubahan pada kedua spesi tersebut.

Atom Mg memiliki konfigurasi elektron 2 8 2 sehingga elektron valensinya 2. Adapun konfigurasi elektron atom Cl adalah 2 8 7 sehingga elektron valensinya adalah 7. Untuk mencapai kestabilannya, atom Mg harus melepaskan 2 elektron, sedangkan atom Cl membutuhkan 1 elektron. Jadi, atom Mg memberikan masing-masing 1 elektron kepada 2 atom Cl sehingga 1 atom Mg mengikat 2 atom Cl. Setelah melepaskan 2 elektron, atom Mg menjadi ion Mg2+. Adapun atom Cl menjadi ion Cl setelah menerima 1 elektron. Senyawa yang terbentuk adalah MgCl2.


Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penerimaan elektron. Zat yang mengalami reaksi oksidasi disebut reduktor, sedangkan zat yang mengalami reaksi reduksi disebut oksidator. Jadi, Mg merupakan reduktor dan Cl2 merupakan oksidator.
   Contoh reaksi oksidasi :
·         Fe(s) Fe3+(aq) + 3e-                          K(s) K+(aq) + e-
·         Zn(s) Zn2+(aq) + 2e-                         Mg(s) Mg2+(aq) + 2e-
·         Fe(s) Fe2+(aq) + 2e-

                     Reaksi reduksi adalah reaksi penerimaan elektron. Jadi, setiap atom atau ion atau   molekul yang menerima elektron berarti mengalami reaksi reduksi.
Contoh:
·         Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)                                      2H+(aq) + e- H2(g)
·         Na+(aq) + e- Na(s)                                            S(s) + 2 e- S2–(aq)
·         Al3+(aq) + 3e- Al(s)


Lebih jelasnya, perhatikan PPT di bawah ini: